Ibu Rumah Tangga yang bergelar Sarjana.

Mari mulai tulisan ini dengan quote : Education is the most powerful weapon which you can use to change the world."- Nelson Mandela. Artinya sangat jelas, pendidikan bisa membawa kita untuk berubah ke kehidupan yang lebih baik. Pengertian ini membuat banyak orang tua berlomba-lomba, -terkadang saling pamer anaknya berkuliah dimana- semata demi tujuan mendapat pengakuan akan kehidupan yang lebih baik dimasa yang akan datang.

Pendidikan menjadi platform untuk menunjukan bahwa diatas kertas kita diakui kepintarannya. Sekali lagi aku bilang, -diatas kertas-. Kenapa? Karna meski sekolah menjadi pintu mendapat pendidikan, tapi tak semua orang yang mengenyam pendidikan berpuluh-puluh tahun dapat mengubah dirinya, even change their own self. Dan tak terputus kemungkinan ketika ia tidak mengenyam pendidikan bergelar atau berkertas sertifikat, dia tidak pintar dan tidak sukses. Lantas, apa korelasi pintar dan sukses? Banyak. Banyak sekali. Dan untuk sukses bukan hanya itu korelasinya, ada kerja keras, kreativitas, tekun, mandiri, pantang menyerah, berdoa, bermanfaat untuk orang lain, dan sebagainya.

Aku tidak lantas menganggap bahwa pendidikan tidak penting. Penting, makanya aku kuliah jauh jauh ke Jatinangor.. Tapi kembali lagi, tidak berpendidikan bukan berarti tidak akan sukses, hukumnya tidak seperti itu:)

Selepas wisuda, apa yang diharapkan oleh kita, terutama orang tua? Bekerja. Bekerja dimana/? Diperusahaan bonafit dengan gaji sebesar-besarnya (meski fresh graduate pokonya mau gaji sebesar-besarnya karena aku sudah kuliah). Tidak bisa seperti itu sayang, hidup itu proses, kecuali orang tuamu pemilik perusahaan dengan aset 50 triliun dan merasa kamu bisa langsung menempati posisi tinggi meski baru lulus. itu beda cerita. Dibanding orang kaya, orang yang masih harus berjuang untuk hidupnya jauh lebih baik, termasuk kamu yang baca ini. iya, kamu :)

Alhasil, kamu harus berjuang mencari kerja, kesana kesini, siang malam, demi satu hal; kehidupan yang lebih baik setelah mengenyam pendidikan, sampai sarjana.

Sebagai wanita- yang hidup di budaya patriaki seperti Indonesia- kita dihadapkan pada pilihan menjadi ibu rumah tangga, atau ibu pekerja; setelah melahirkan dan punya anak nanti. Permasalahan timbul ketika kita memutuskan menjadi ibu rumah tangga, -padahal- kita sarjana. Mulailah bombardir kalimat seperti "ngapain kuliah tinggi tinggi kalo ujungnya di dapur", "percuma dong sekolah tinggi buang duit doang, mending kemarin langsung kerja", "ga sayang ya ilmunya ga berguna" "gabisa ngejar karir dong kali jadi IRT" berdatangan silih berganti. duh, cape jelasinnya. 

Gini, -sebagai perempuan yang nanti ketika punya anak tidak mau jadi budak korporat- aku memang ingin menjadi ibu rumah tangga, YANG nanti punya usaha sendiri (mohon doanya ya readers).
1. Aku tidak menyesal bahwa ijazah ku sia-sia. toh selama kerja aku udah beli ini itu ko. wkwkwk.
2. Selama kerja, keluargaku selalu dukung urusan finansialku dengan tidak ikut campur HAHA, jadi merasa happy aja sama keadaan finansial yang aku punya
3. Aku senang berkawan dan bertemu kawan baru. Di tempat kerja sebisa mungkin ga cari musuh, cari duit ajha~ jadi ketika udah jadi IRT engga akan gatel masih mau kenal sana kenal sini sampe lupa anak. (jangan sampe)
4. Aku ingin mendukung suamiku dalam hal yang ia gabisa lakukan full time, yakni menjaga dan membimbing anak kita setiap saat. Bukankah hidup berpasangan itu adalah hidup yang saling melengkapi?
5. Menjadi IRT tidak sama dengan pengangguran. NAH INI POIN NYA. Poin 1-4 intermezzo aja guys. Ibu Rumah Tangga juga bisa berpenghasilan, juga bisa meniti karir (dilingkungan sosial misalnya kek mamah kuu *promosi). Entah kenapa, aku sama sekali ga takut dengan anggapan-anggapan netizen kelak. Karena berlandaskan sama mamaku aja sebagai panutan, dia IRT full time dari menikah, alhamdulillah semuanya terpenuhi, dan satu hal yang BARU TERASA SEKARANG, bagaimana cinta anaknya tumbuh dan berakar. aku, yg cerewet ini, kamu bahas tentang mama, pasti langsung berkaca-kaca. langsung tuing-tuing di kepala ku muka si mama dan ayah <3.
Ini yang pentingnya. ini yang gabisa diganti, ini yang akan membuat ku menyesal seumur hidup dan matiku kalo ninggalin anak demi kepuasanku kerja sekeras-kerasnya. Ya mari doakan semoga kelak suami ku selalu sehat walafiat dan dimudahkan rezekinya. aamiin :D

The Point i tryna say is, aku ga bilang jadi wanita karir itu salah, aku sedang membela ibu-ibu bergelar sarjana yang di kerdilkan karna dia memilih jadi IRT. seakan dosa besar. Padahal, kalo ditanya ilmunya buat apa? YA BUAT ANAKNYA LAH MALIH! *kesel

Justru jika kembali pada hukum islam, negeri akan baik jika perempuannya baik. nah perempuan yang baik salah satunya adalah berpendidikan, terserah dia mau jadi wanita karir atau IRT, yang penting jadi wanita baik yang bisa membuat anak-anaknya berhasil di semua hal. Pilihanya untuk bekerja itu baik karna itu ga mudah, pilihannya untuk jadi IRT juga ga mudah,-kalian tau kan kalo IRT pekerjaan yang ga abis-abis? yauda bayangin juga wanita karir yang masih harus urus anak. you are strong!! dua-duanya keren, dua-duanya mulia jika memang dikerjakan dengan baik dan berilmu. Karena ku yakin, cita-cita terbesar seorang ibu adalah meilihat anaknya sukses. Bukan lagi mikirin dianya yang mikirin gengsi sosial, atau pemenuhan kepuasan pribadi makanya kerja mati-matian, atau santai banget kalo jadi IRT makanya ga kerja. Kalau tujuan dia memilih untuk jadi wanita karir atau menjadi IRT adalah yang pernyataanku yang sebelumnya, barulah dikatakan ibu yang gagal sejak dini.

Intinya, i love you ibu-ibu di seluruh dunia! you deserve heaven and all the kindness of this world !


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinta tahu kemana arah pulang

Mengakhiri Cinta dalam 3 Episode

Bersyukur