Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2017

Sepertimu.

Aku ingin belajar untuk menjadi sepertimu. Kamu yang pandai menyembunyikan semua luka-luka itu. Memecah kemarahan-kemarahan itu. Aku ingin belajar sepertimu. Pandai mengaduk banyak luka dengan lebih banyak kesabaran. Hingga yang terlihat bukanlah derita-derita. Tapi semua yang terlihat baik-baik saja. Menjadi kamu mungkin atau aku yakin tidak mudah. Berusaha biasa saja, saat semua penuh amarah di dada. Kamu menebar benih-benih kedewasaan yang kau kuatkan untuk dirimu sendiri. Mencari terangmu sendiri. Kembali menguatkan langkah kaki saat tempat yang kau tuju hanya memberi kekecewaan. Mungkin menyerah pada keadaan bukanlah tabiatmu meskipun yang ku sesalkan adalah usahamu. Namun hal-hal yang terus kamu lakukan untuk tetap berjalan dan tak menoleh ke belakang adalah sebuah cara isitimewa namun terdapat banyak luka dalam prosesnya. Namun, aku ingin menjadi sepertimu. Berjalan terus karna luka adalah caramu menuju lupa. Karna cinta bukanlah hal sederhana, karna kamu bukanlah pria biasa

Terbaik Tapi Terpisah

Salah satu hal sederhana dalam pengucapan namun sulit dalam penerapan adalah "yang terbaik dilihat  orang lain belum tentu baik pula untuk kita." aku sering memilih A, B, C , dan seterusnya karena menurutku itu baik untuk ku dapatkan, baik untuk ku jalani, baik pula untuk ku miliki. Hingga berbagai upaya dilakukan agar mendapatkan yang "terbaik" itu.  Terbaik. Ya, sungguh subjektif sekali kita sebagai manusia. Tahu apa sebenarnya dengan ukuran baik dan buruk jika tak berdasarkan perintah Tuhan? Tapi Tuhan memang Maha Baik, tak semua yang kita anggap baik, meski sudah diperjuangkan siang-malam, jatuh-bangun, tetap tidak bisa kita dapatkan atau sekedar menggenggam walau sebentar. Mungkin karna Tuhan sebenarnya  benar-benar tak mau sesuatu yang buruk menimpa kita di masa depan karena kita pernah menggenggam kenangan itu. Begitu saja k husnudzon nya :) Termasuk dalam hal hubungan. Berapa ribu kali kita menyaksikan sendiri, atau mungkin juga adalah diri kita