Tuntutan

Menjadi seorang manusia, tentu di tuntut atau seringkali menuntut. Entah oleh oranglain, ataupun di tuntut oleh diri sendiri. Terkadang, di tuntut diri sendiri lebih sulit dibanding di tuntut oleh oranglain. menjadikan diri sendiri subjek dan objek dari sebuah tuntutan tentu bukanlah hal yang mudah. butuh kedewasaan dan pertimbangan paling adil yang akan berakibat untuk diri sendiri.

telah melalui hidup ini untuk lebih dari 20 tahun sejujurnya masih membuatku merasa miskin ilmu. entah ilmu dunia, terlebih lagi ilmu akhirat. merasa belum pernah cukup, dan perasaan ini bertambah setelah membaca banyak buku, baik yang berkaitan dengan hidup ataupun kematian.

tapi kemudian, selama fase kehidupan ini tentu aku sudah mengalami banyak kejadian pendewasaan diri. mungkin untuk orang yang mengenalku dengan baik akan paham rasanya dekat denganku. kadang menjadi sangat manja, atau menjadi sangat bijaksana. bisa menjadi terlihat pintar atau tidak segan bertindak bodoh. Atau aku menjadi orang yang sangat peduli, kemudian menjadi orang yang sangat acuh, bahkan tentang diriku sendiri. Akupun terkadang sebisa mungkin adil dalma menempatkan diri, ketika untuk diri sendiri, untuk keluarga, atau oranglain.

Tapi kembali lagi, bersosial membutuhkan keikhlasan untuk di tuntut atas peran sosial oleh orang sekitar, atau dituntut menjadi pribadi yang kadang harus menyesuaikan antara tuntutan pribadi, dan tuntutan sosial. Tentu ingin sekali rasanya menjadi orang yang sangat tidak peduli, tapi hati nurani tidak berkata yang sama. sejahat apapun orang lain, kenapa bisa-bisanya aku tetap (setidaknya) memikirkan "apakah ketika aku menjahatinya kembali, hatinya bisa baik-baik saja? bukankah aku sudah tau rasanya menjadi orang yang tidak diperkenankan memberikan penjelasan dan menerima semua perkataan?"

dan lagi, demi menjaga hubungan baik, tuntutan untuk selalu menerima dan memaklumi akhirnya menncoba di selaraskan dengan tuntutan untuk menghakimi. sampailah kita pada suatu makna apa yang sebenarnya tengah kita coba beri pada hidup ini.

memaknai kehidupan untuk menjadikan kita sesuatu yang baru. memaknai untuk menerima terkadang membuat kita merasa kalah, tapi juga menang dilain waktu. untuk saat ini, memang bukan tugas kita menghakimi yang dirasa tak selaras, tak adil. tapi jangan sampai mengurangi porsi untuk mengerti bahwa kebaikan akan membuhkan kebaikan.

dan untuk tuntutan-tuntutan itu
seseorang dan oranglain boleh menuntut mu apasaja. boleh berkata apasaja. toh kita tak bisa membatasi pemikiran dan perkataan oranglain sesuai keinginan diri sendiri. Tapi, kita juga berhak atau bahkan berkewajiban untuk tidak memperdulikan atau tidak mencerna lebih jauh perihal tuntutan yang dirasa tak perlu.
Dan untuk diri sendiri yang terkadang menuntut diri untuk lebih dan lebih, berbijaksanalah dalam menentukan dan memilih tuntutan. jangan biarkan tuntutan itu terlalu kecil, sehingga kegiatannya menjadi sia-sia dan tanpa makna. namun, jangan juga terlalu memaksakan kehendak, sehingga tak berisi penyesala berlebih ketika tuntutan itu tak dicapai dengan baik.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinta tahu kemana arah pulang

Mengakhiri Cinta dalam 3 Episode

Abis tren tukeran baju sama pacar, sekarang tren baju dicorat-coret. Besok tren apa lagi, Dek?