(ke)tulus(an)



Entah apa yang akan aku ceritakan tentang kata ini. singkat tapi sangat sulit di definisikan. Apa kamu tahu?
“something you cant touched by hand or listened by ear,but can felt by heart so it makes you to be known by their own heart too.” Itu makna tulus yang ku definisikan sendiri.
Jika berbicara ketulusan,memang sulit. Dimana tak ada perasaan jumawa apalagi munafik. Terkadang imbas ketulusan tidak disadari tapi benar benar terjadi. Aku tak akan menyebut ini tulus,tapi hanya salah satu bentuk rasa bahagia tanpa kecuali.
Ketika itu aku pergi mengunjungi rumah adik adik tempat aku biasa mengajar. Satu persatu aku dan senior ku melihat keadaan rumah mereka dan berbincang dengan orang tua atau nenek mereka masing masing.
Aku berkunjung ke rumah Devi. Rumahnya tidak terlalu buruk,malah lumayan mampu untuk ukuran anak anak desa. Tapi ternyata bapaknya adalah tukang ojek dan ibu nya buruh pabrik. Tiap malam bapak nya menjemput  ibu di  gerbang pabrik dengan motor. Begitu setiap hari. Untungnya,Devi mempunyai nenek yang baik dan sabar merawatnya. Devi tumbuh menjadi anak yang cerdas,selalu peringkat 3 besar,dan sangat manis. Saat berbincang dengan nenek,aku tahu di usianya yang sekarang pasti ada kalanya beliau lemah,tapi demi keluarga anak nya nenek rela bangun tiap pagi untuk menyiapkan keperluan Devi dan adiknya. ((Tulus nomor 1)) kami pamit dan beranjak ke rumah berikutnya.
Rumah Priska. Bukan rumah Priska,melainkan rumah kaka neneknya Priska. Ternyata selama ini anak itu lebih banyak diurus nenek jauhnya. Ibu nya buruh cuci laundry di desa sebelah. Berangkat pagi pulang malam. Apalagi ditambah  jika yang ingin mengambil laundry datang terlambat,terpaksa ibu Priska pulang lebih malam lagi. “ya dia mah gitu aja neng,waktu nya ngaji ya ngaji,kalo tidur juga gampang,Cuma nonton aja depan tipi eh diliat lagi udah tidur.” Ucap nenek ketika ditanya bagaimana keseharian Priska. Oh iya,ia punya satu boneka yang sangat ia suka. Tak terlalu bagus memang,tapi itu benda kesukaannya dan aku menghargai itu. Hobi nya menggambar dan berhitung,juga memanjat pohon. Inilah Priska dan inilah nenek jauh Priska. Rela merawat cucu diusia nya yang senja ((tulus nomor 2))
Dari dua rumah itu,semua nya meminta maaf hanya menyajikan air putih. Di benakku,kalaupun tak disajikan apa apa,aku sangat berterima kasih telah menyajikan kesederhanaan yang sangat indah untuk diambil pelajarannya.
Keesokannya kami pergi tour ke Monas,Jakarta. Priska dan Devi menjadi regu ku untuk ku bimbing dengan partnerku. Bus kami cukup penuh hingga aku memutuskan untuk berdiri. “kak Palen,tadi mamah Devi nitipin makanan buat kaka.” Kata Devi saat aku berdiri di samping kursi nya.” “wah makasih Dev. Salam ya buat ibu kamu.” ucapku saat itu. Devi memberi tahu ku dengan berbisik. Mungkin tak ingin pengajar lain tahu. Sebenarnya aku bingung,mengapa aku yang diberi makanan?sedangkan aku tidak mengenal ibu Devi dan yang pasti senior ku lebih terkenal disana. Apapun alasannya,terima kasih Dev. Tiap ia membuka snack nya,selalu saja yang ia ucapkan “kak Palen mau ga?”
“neng,duduk sini aja masih muat ko.” Ucap ibu dari Tari. “iya bu makasih mau berdiri aja.” Jawabku sambil tersenyum. Saat berhenti di satu rest area,tiba tiba ibu Tari memberiku se plastik penuh gorengan “ini buat teteh” katanya. “wah bu gausah repot repot. Ini banyak banget loh bu.” Jawabku “ih gapapa neng,ibu sengaja kok beli segini. Dimakan ya neng.” Kata ibu Tari sambil menyodorkan plastik berisi gorengan itu. Aku lantas mengucapkan terima kasih dan membagi kan kepada panitia lain.
Aku lihat Priska didampingi seorang wanita usia 40an disampingnya. Pasti itu ibu nya.  Fikirku. Saat aku mendekat si ibu memangku Priska dan menyuruhku untuk duduk di sebelahnya. Ah aku bahagia sekali bisa mengetahui ibunda dari gadis kecil yang ku kagumi. Hari ini Priska amat cantik,tidak lagi memakai baju kuning. Tapi jaket jeans dan rambutnya di kepang. Saat aku duduk,ibu Priska menyodorkan plastik kepada ku “dimakan ya kak. Tadi beli di situ.” Ucap ibu Priska sambil menunjuk tempat gorengan di mana ibu Tari membeli nya. Gorengan lagi fikirku. Aku bukan ingin menolak,tapi aku hanya tidak enak daritadi ada beberapa pengajar tapi aku yang diberi. Alhamdulillah. “wah makasih ya bu.” Jawabku. Satu yang ku ingat,ibu Priska selalu memaksa ku untuk mengambil (dengan banyak) makanan yang ia bawa di tasnya. Setelah berbincang sedikit ,aku beranjak dari tempat duduk dan mulai memeriksa anak anak di bus agar terpantau kesehatannya selama perjalanan.
Sebenarnya ada banyak lagi cerita kecil yang menarik. Tapi aku sudah mendapatkan inti cerita ku kali ini.
Kau tahu?kadang kau tidak perlu menjadi sosok sempurna,tapi mencoba sempurna sudah cukup.
Aku sangat jauh dari sempurna,tapi aku selalu mencoba menjadi pendengar yang baik bagi mereka,keluarga ku di sini.
Dari mereka,aku belajar bahwa tak ada yang berkurang jika kita memberi. Ketulusan membuat semuanya akan lebih dan lebih bertambah indah lagi.
Aku tidak mengenal ibu mereka sebelumnya,tapi seperti ada magnet yang di hantarkan dari anak anak mereka kepadaku hingga saat bertemu,kami nampak langsung akrab dan dekat.
Yang aku lakukan hanya berusaha menjadi pembimbing yang baik((walaupun belum maksimal)) tapi kepercayaan mereka pada kami(para pengajar) sudah lebih dari cukup untuk dimengerti sebagai sebuah ketulusan mereka yang percaya pada kami dalam membimbing anak anak mereka,di Monas atau di Paud.
Semoga Tuhan menjamah setiap doa doa tulus yang para ibu panjatkan untuk anak mereka. Sehingga terlahir anak anak yang tulus dalam kebaikan,dan berbakti dalam ketaatan. Aamiin.
Selamat malam para jiwa yang tulus. Dekap terus doa itu ya.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinta tahu kemana arah pulang

Mengakhiri Cinta dalam 3 Episode

Abis tren tukeran baju sama pacar, sekarang tren baju dicorat-coret. Besok tren apa lagi, Dek?