menjadi mahasiswa 1960an
Kadang saya ingin jadi mahasiswa yang ada di tahun
1960-an. Kalo diliat dari sejarahnya, betapa hebatnya mahasiswa-mahasiswa
tersebut. Status “maha” dari siswa-siswa lain nya mereka gunakan dengan
maksimal untuk membela kepentingan rakyat. Gak tutup mata sih, banyak juga
mahasiswa yang udh borjuis, hedonis, dan sejenisnya. Tapi diliat
sangat-sedikitnya jumlah mahasiswa kala itu, mereka udah punya jiwa nation building yang emang orientasi
aktivitas nya untuk Indonesia yang lebih baik.
Kita ambil contoh Gie. Soe Hok Gie adalah salah satu
mahasiswa sejarah UI yang sangat terkenal. Baik dikalangan jurusan, fakultas,
universitas, lintas univ, bahkan staf kepresidenan termasuk presiden Soekarno
mengenal sosok nya. Gie dan kawan-kawannya sering diundang untuk melakukan
diskusi seputar Indonesia ataupun membicarakan tentang aksi aski nya di jalan.
Gak tanggung-tanggung, Gie udah diskusi langsung sebanyak 4 kali dengan
Soekarno.
Pamor Gie bukan hanya sampai pada kalangan mahasiswa
dan pejabat negara terutama menteri pada saat itu, tapi juga merambah ke
masyarakat biasa. Hal ini dikarenakan sosok Gie yang tegas, cerdik, lugas dalam
berdemo, serta tak sungkan melemparkan kritikan pedas kepada menteri-menteri
yang dianggap tidak kompeten kala itu masa kabinet kerja 1 sampai ampera II di tahun 1969. bahkan di akhir usia nya yang masih
muda, Gie dikenal oleh pedagang peti mati dirinya dan pilot pesawat yang
membawa jenazah dirinya dari jawa ke jakarta. saat itu Gie wafat karna terkena zat racun di gunung Semeru. Jiwa nasionalis Gie di buktikan
pula dengan perannya dalam tiap demo yang sering kali menjadi pemimpin dan
orator. Selain kritikan melalui demo, Gie juga sangat sering membuat tulisan
dikoran-koran nasional seperti kompas. Dalam tulisan atau artikel nya, Gie tak
sungkan mencatut nama-nama yang memang ingin di kritiknya. Namun tak jarang, ia
menggunakan nama samaran demi keamanan. Akibat nya, Gie sering juga “kena
damprat” Soekarno yang tidak sejalan dengan pemikirannya.
Hasilnya, banyak kebijakan negara yang berhasil di make over berkat adanya demo dan
tuntutan-tuntutan dari mahasiswa. Sekilas memang demo menyebabkan kemacetan
(Bahkan sampai kemacetan luar biasa), namun jika mahasiswa-mahasiswa yang
sekarang telah menjadi veteran itu apatis, bayangkan berapa banyak kerugian
negara akibat lalai nya menteri-menteri kala itu yang tidak di kritisi
kebijakannya.
Jika di lihat dari sejarah, lihatlah bagaimana media
hanya menayangkan berita baik seolah Indonesia baik-baik saja. Namun, mahasiswa
sangat peka akan masalah yang terjadi dan bagaimana mencari solusi nya demi
kebaikan bangsa Indonesia. Sulitnya mendapatkan info terkini tentang keadaan
sebenarnya Indonesia pun, bukan menjadi halangan mahasiswa untuk terus
berdiskusi menyampaikan apa-apa saja yang patut dibenahi.
Salah satu puncaknya ialah saat penurunan Soeharto
1998. Meski sudah melewati masa Soe Hok Gie dkk, Mahasiswa-mahasiswa pemberani
di akhir 90an pun berhasil “menduduki” gedung DPR RI yang fasilitas nya luar
biasa mewah. Ah, benar benar aktor hebat :”) . kadang saya juga ingin ikut
demo, turun ke jalan, membawa TOA, menyuarakan aspirasi sebagai mahasiswa sebagai
wujug kegelisahan saya melihat Indonesia yang kian pesimis menyambut perubahan
lebih baik. namun demo nampaknya telah dianggap kuno, padahal salah satu wujud
demokrasi yaitu dengan demonstrasi. Jika memang demo mahasiswa mengganggu,
kenapa tidak dibuat perjanjian mekanisme demo yang lebih baik saja? Saya tau
jika ingin melakukan demo, banyak hal dan banyak syarat birokrasi serta
perizinan yang harus di lewati. Kalau itu semua masih kurang untuk membantu
memperbaiki Indonesia, Tell us better
one,Sir.
“Bagi saya, menjadi mahasiswa bukan hanya sekedar
duduk berjam jam mendapat ilmu di kampus, mahasiswa harus bisa membawa
perubahan (minimal) dari bidang ilmu yang ia pelajari. Sebab, indonesia terlalu
rapuh untuk dibiarkan berjalan sendiri, tapi adanya berbagai kendali. Saya juga
takut Indonesia keburu rusak dan tak terselamatkan; Rusak oleh keapatisan yang
nyata tentang bangsa nya sendiri, bangsa indonesia.”
Komentar
Posting Komentar