Sebuah Surat untuk Kau di Masa Depan
Untukmu,
di masa depan.
Kasih, mungkin aku tidak bisa memberimu segala hal di semesta ini.
Aku pun tak ingin berjanji.
Namun, aku akan menyalamimu setiap pagi sebelum kau berangkat kerja. Memasakkan bekal makan siang untukmu setiap fajar terbit dari cakrawala. Membuatkanmu secangkir kopi setiap pagi jika kausuka. Menikmati secangkir teh dan kue-kue kering di sore hari saat kaupulang kerja. Di akhir minggu, kita dapat pergi ke perpustakaan bersama dengan bersepeda. Berbelanja kebutuhan sehari-hari sambil bergandengan tangan. Aku juga rela menunggumu sampai tertidur jika kau harus lembur.
Aku takkan melarangmu mengajak anak kita bermain game asalkan kau tetap mengajarinya mengenal etika, selama masih dalam batas norma. Aku takkan melarangmu menonton pertandingan sepak bola di tengah malam karena aku juga suka melakukannya, atau mungkin saja: aku akan menemanimu duduk di teras rumah, memandangi bintang, dan menghitungnya bersama-sama—jika kausuka. Berlarian di tengah hujan sambil tertawa-tawa, jika kau tiba-tiba ingin bernostalgia.
Jangan ragu menangis bila kauingin. Yakinilah kau bisa meminjam pundakku kapan saja bila mungkin, atau aku akan memberimu sebuah pelukan hangat dengan yakin.
Aku ingin tumbuh tua bersamamu, menikmati senja di atas kursi goyang, di tengah hamparan pasir pantai yang putih, sembari melihat anak-cucu kita bersuka ria bersama—sementara kita tenggelam dalam memorabilia. Berkelana, mengendarai mesin waktu yang kita miliki berdua.
Yakinilah bahwa aku selalu menantimu dalam kepasrahan doa di antara hikmatnya sujud. Percayalah bahwa rasa rinduku padamu tidak akan pernah surut.
—Abstractivia
#AbstraksiKata
Original copy from line@ : kumpulanpuisi
di masa depan.
Kasih, mungkin aku tidak bisa memberimu segala hal di semesta ini.
Aku pun tak ingin berjanji.
Namun, aku akan menyalamimu setiap pagi sebelum kau berangkat kerja. Memasakkan bekal makan siang untukmu setiap fajar terbit dari cakrawala. Membuatkanmu secangkir kopi setiap pagi jika kausuka. Menikmati secangkir teh dan kue-kue kering di sore hari saat kaupulang kerja. Di akhir minggu, kita dapat pergi ke perpustakaan bersama dengan bersepeda. Berbelanja kebutuhan sehari-hari sambil bergandengan tangan. Aku juga rela menunggumu sampai tertidur jika kau harus lembur.
Aku takkan melarangmu mengajak anak kita bermain game asalkan kau tetap mengajarinya mengenal etika, selama masih dalam batas norma. Aku takkan melarangmu menonton pertandingan sepak bola di tengah malam karena aku juga suka melakukannya, atau mungkin saja: aku akan menemanimu duduk di teras rumah, memandangi bintang, dan menghitungnya bersama-sama—jika kausuka. Berlarian di tengah hujan sambil tertawa-tawa, jika kau tiba-tiba ingin bernostalgia.
Jangan ragu menangis bila kauingin. Yakinilah kau bisa meminjam pundakku kapan saja bila mungkin, atau aku akan memberimu sebuah pelukan hangat dengan yakin.
Aku ingin tumbuh tua bersamamu, menikmati senja di atas kursi goyang, di tengah hamparan pasir pantai yang putih, sembari melihat anak-cucu kita bersuka ria bersama—sementara kita tenggelam dalam memorabilia. Berkelana, mengendarai mesin waktu yang kita miliki berdua.
Yakinilah bahwa aku selalu menantimu dalam kepasrahan doa di antara hikmatnya sujud. Percayalah bahwa rasa rinduku padamu tidak akan pernah surut.
—Abstractivia
#AbstraksiKata
Original copy from line@ : kumpulanpuisi
photo credit : google |
Komentar
Posting Komentar