hai,adik adik.
Hari ini setelah sekian
lama,aku kembali mengunjungi Paud informal tempat ku berbagi tawa dan belajar
tentang kehidupan dari anak anak Desa Suka Negla,Jatinangor. Lebih dari dua
bulan aku tidak berkunjung kesana walau sekedar melihat. Sengaja aku memilih berjalan
kaki untuk sampai kesana,tidak menggunakan jasa ojek. Aku ingin kembali
menikmati hawa sejuk desa itu,melihat Gunung Geulis dengan jelas,menapaki
jalanan yang kanan kiri nya terhimpit student apartment. Sawah yang dulu hijau
terhampar,kini hanya bersisa beberapa petak saja. debu menjadi teman sampai ke
tempat itu.
Saat beberapa langkah
lagi aku sampai,terdengar suara pembawa acara dengan bahasa setempat. Ah
ternyata ada panggung sebagai puncak 17 Agustusan kemarin. Jujur,aku bahagia
melihat itu. Bahagia karena masih ada yang memperhatikan bangsa ini walau hanya
panggung sederhana. Saat sampai,alangkah bahagia nya lagi ketika salah satu
anak laki laki(aku lupa namanya) spontan memanggil ku “Kak Valen!” ia tersenyum
lebar tapi langsung pergi. Nampaknya ia malu karena sedang menggunakan make up
untuk penampilannya diatas panggung nanti. Aku hanya membalas “oh hai!” dan
tersenyum.
Panggung itu terletak
di lapangan yang sangat kecil,habis terkena program pembangunan kos kosan. Lapangan
itu pun tak setara dengan jalan,letaknya sekitar 70 cm di bawah jalanan,jadi
harus sedikit turun kebawah untuk tepat ada dilapangan. Aku memilih menonton
pertujukan itu dari jalan,jaraknya sekitar 10 meter dari panggung. Anak anak
yang biasa datang ke Paud banyak yang tampil,mereka nampak lebih cantik dan
lebih tampan. Saat aku sedang memperhatikan mereka dari jauh,aku bertanya pada
bapak setengah baya “pak ini acara 17 agustus?” “iya neng,ini puncak nya. Tuh
liat neng banyak yang bakal manggung nanti,” wah yang di Paud pada kesini ya
Pak?” tanya ku lagi. “iya neng,sepi di sana juga. Sini aja neng nontonin mereka
pada lucu lucu.” Jawab si Bapak mempersilahkan aku duduk. “iya pak makasih,saya
mau nonton sambil berdiri aja biar jelas hehe.” Saat sedang berbincang banyak
anak yang melihatku lalu tersenyum “Kak Valeeen!!” ada juga yang malu malu
untuk sekedar mencium tanganku. Maklum,jika lama tak bertemu,anak anak pasti
lupa. Dan salahnya,aku juga lupa beberapa nama mereka,saat mereka menyapa aku
hanya berkata “haloo. Kamu nanti nari gak?” dan beberapa pertanyaan tak penting
lainnya. Hehe
Penampilan demi
penampilan aku saksikan. Aku terhibur,disatu sisi aku juga terenyuh.
Mengapa?karena tak ada satu pun yang mengangkat unsur budaya. Tarian mereka Talak
Tilu,Munaroh, merana,morena,dan lagu lagu lain yang aku tak cukup mengerti
judul dan artinya. Mereka menari dengan polos,amat polos. Keluguan mereka tetap
tidak bisa ditipu. Tapi,nyanyian nyanyian itu nampaknya belum pantas atau tak
pantas mereka dengar. Lagu merana dan morena contohnya, irama nya menggunakan
musik disco. Mungkin tidak salah,tapi nampaknya kurang sesuai dengan usia
mereka. Berarti selama latihan,mereka mendengar alunan itu setiap
hari,mendengar talak tilu beberapa waktu,dan lain lainnya. Tak ada satupun yang
menari dengan iringan lagu anak anak atau setidaknya lagu daerah. Aku hanya
bisa menyaksikan ini.
Tiba tiba,seorang ibu
yang anaknya biasa bersama ku di Paud menyapa ku “teteh,apa kabar?kok ga pernah
ngajar bimbel lagi sih?dia udah sekolah loh sekarang.” Sambil mengelus rambut
anaknya. “iya bu maaf aku baru masuk kuliah nya sekarang,kemarin ga sempet
terus.” Sebenarnya,aku merasa bersalah. Sudah di jatinangor hampir 3
minggu,tapi belum sempat ke Paud dan ternyata banyak juga yang berubah. Pembangunan
student apartment yang hampir selesai,sampai selera musik yang ternyata “cukup
mengejutkan”. Aku akhirnya berbincang dengan ibu itu. Pertunjukan demi
pertunjukan kami lihat dan kadang kami tertawa dengan tingkah bocah yang menari
semau mereka,salah gerakan dan malah ada yang diam saja memperhatikan gerakan
temannya. Lucu sekali. Yang aneh,selama pertunjukan,jika ada yang menarik,maka
yang tampil akan di sawer. Ini mungkin adat dan kebiasaan di sana. Pantas saja
banyak yang tampil,rupanya mereka berkesempatan di sawer dengan recehan sampai
pecahan 10 ribuan. Baiklah,aku mengerti.
Dari semua yang menyapa
ku,ada yang sebenarnya aku nantikan. Yap,dia Priska. Gadis kecil itu kemana
ya?saat mataku mencari di sekeliling lapangan,tiba tiba dengan senyum khas nya
ia mendekat. “hei Priska.sini salim dulu sama kaka.” Ucapku sambil sedikit
membungkuk menyetarakan tinggi ku dengannya. Dia hanya tersenyum dan berdiri
tepat disampingku untuk beberapa lama. Ingin sekali aku memeluknya erat.
Sungguh aku rindu Priska. Tahukah kamu?Priska memakai baju kuning itu lagi.baju
kuning yang ia pakai untuk ke Paud,untuk bermain,untuk pagi,siang,malamnya.
Apakah sungguh ia tak punya baju lagi? Tapi yang beda,hari ini Priska memakai
bandana berwarna biru langit. Rambutnya yang pirang nampak lebih cantik.Aku
ingin bercanda lebih lama dengannya,tapi dia pasti ingin bermain dengan
temannya. Aku tak ingin mengganggu nya.
Kemudian yang selalu
disampingku sore tadi adalah Ina,wanita yang hampir sebaya dengan ku,namun
memiliki keterbelakangan mental,tapi dia baik dan bisa juga diajak bicara meski
tidak terlalu jelas. Saking antusias nya,Ina bertanya “kak Valen,besok rame gaa
yang dateng ke Paud?Ina pake baju warna apa ya?” “merah aja Na,pokoknya model
apa aja yang penting merah.” Ucapku sambil tersenyum bingung.”
Hari ini memang tak ada yang istimewa
memang,selain mereka itu sendiri.
Tak ada yang pertemuan yang menyenangkan
selain pertemuan dengan mereka itu sendiri
Hari ini juga saya sadar,ada yang masih
harus dibenahi.
Tentang mereka,tentang lagu yang mereka
dengar,tentang pergaulan mereka
Harusnya,pertumbuhan desa membiarkan
mereka tumbuh selayaknya anak desa pada umumnya,lebih banyak mendengar jangkrik
atau tokek bukan lagu lagu itu. Entah mengapa aku tidak begitu setuju jika mereka
diperkenankan mendengar lagu demikian. Pergaulan mereka kadang lebih seram dari
yang ada di sekitar rumah ku disana. Cara berpakaian mereka,gaya bicara mereka.
Ah,aku sangat berharap mereka masih memiliki keinginan untuk menggapai impian
setinggi tingginya dan tak hanya puas disitu. Mereka bisa membangun desa nya.
Dari kaka yang jarang
menengok keadaan kalian. Maaf untuk dua bulan lebih tiga minggu nya. Kaka rindu
kalian. Masih dan akan selalu rindu.
Komentar
Posting Komentar