sebuah nama sederhana.
Aku
kembali dengan sebuah cerita. Cerita tentang hidup yang tak semudah yang kita
sebut
“hidup”
itu sendiri. Satu cerita dari satu anak perempuan manis.
Perkenalkan,Nama
nya Priska. Anak perempuan yang berusia sekitar 5-6 tahun. Berbadan “montok”
untuk usianya,rambut pirang ala anak kampung se-bahu,kulit hitam manis,dan
mempunyai gigi yang hampir semuanya karies.
Aku
bersama teman temanku mengajar di suatu
tempat Pendidikan Anak Usia Dini non formal. Kebanyakan dari kami mungkin hanya
ingin sekedar membunuh waktu yang nampaknya terlalu sia sia jika hanya
dihabiskan di kost-an. Ada pula yang
benar benar ingin mengabdikan dirinya di lingkungan sekitar. Aku?aku terlalu malas untuk ikut berorasi sambil
memegang Toa besar-besar,mungkin tempat ini menjadi salah satu sarana ku untuk
mencoba “hidup yang lain.”
Aku
mulai mengenal Priska ketika aku pertama kali berkunjung ke PAUD. Senior ku
bercerita tentang beberapa anak dengan masing masing ciri khasnya. Ada Dian,yang
mempunyai keterbelakangan mental,Devi si Dokter Cilik,Khofifah yang bercita
cita ingin menjadi penyanyi,dan yang lainnya. Semua nampak biasa,sampai senior
ku berkata “nah yang itu Priska. Dia jago banget manjat pohon setinggi apapun
dia bisa loh!” aku mulai mengikuti arah telunjuk senior ku yang tertuju pada
sosok Priska yang kala itu mengenakan baju muslim panjang berwarna pink dengan
motif bunga yang sudah sedikit lusuh. Atau memang lusuh sekali tepatnya. Dari kejauhan
dia melambaikan tangan namun yang ku ingat adalah senyum lebar nya yang
memperlihatkan karies pada gigi susu nya. Lucu sekali.
Aku
dan senior ku menghampiri Priska. Kami mulai bercanda canda kecil. Aku mulai
mengulurkan tangan ku pada nya. “halo,aku Valen. Nama kamu siapa?” aku menyapa
nya ramah. Dia hanya membalas dengan senyum malu malu ala anak kecil “Prliska”
katanya setengah cadel. Tak lama
setelah itu ia menghilang di balik badan senior ku,menggelayut dan perlahan
bermain kembali dengan teman sebaya nya.
Tak
ada yang aneh. Tak ada pula yang spesial dari sosok Priska. Tapi entah kenapa
aku sangat ingin mengetahui semua hal tentang Priska lebih jauh. Dia menarik.itu yang ku fikirkan ketika
dia mencium tangan ku saat kami berkenalan tadi.
Pertemuan
berikutnya,aku melihat Priska berjalan ke arah teras PAUD. Begitu melihatku,ia
tersipu malu sambil mencium punggung tangan ku seperti biasa. Kali ini,dia
mengenakan baju kuning yang banyak noda kecoklatan bekas getah,dan celana merah
muda yang hampir ketat dan kekecilan. Dia lalu pergi ke taman bermain. Permainan
yang paling ia suka adalah “ayunan” . dia akan terus memberi gaya dorong pada
kakinya sebagai tumpuan agar ia bisa “terbang” lebih tinggi lagi dan tinggi
sekali. Awalnya aku ngeri melihat caranya bermain,tapi ternyata,itulah hobi
nya. Bermain ayunan tinggi tinggi sambil tertawa lepas dengan suara cemprengnya.
Priska
nampak seperti anak yang tangguh. Tak pernah ada raut kelelahan atau kemarahan
di muka polosnya. Dia hanya suka bermain dan bermain. Kadang,ketika aku tiba,ia
langsung memanggil ku “ka Valen..sini kak aku lagi main ayunan” aku pun menghampiri
nya. Setelah itu,ia memberi ku tas kecil berbentuk Strawberry yang resleting
nya sudah lepas dan puring pada tasnya yang berwarna putih menjadi hampir
kecoklatan .mungkin karna terlalu lama,fikirku. “kak,pang ceukeulkeun nya. Aku mau main ayunan dulu.” Isi dari tasnya pun tak kalah lusuh. Botol air
mineral kecil yang sudah tak berwarna bening,bekas botol obat cacing yang
isinya di ganti sirup rasa jeruk. “iya sini aku pegang,jangan tinggi tinggi ya
main ayunannya nanti kamu nyangkut tuh di pager bambu itu hehe.” Ucap ku sambil
mengelus lembut rambutnya. Dengan bangga nya ia menjawab ku “gak bakal jatoh
atuh kak,aku kan udah biasa main ayunan,udah jago.” Aku hanya tersenyum. Tak lama,temannya
datang dan meminta duduk bersama Priska dalam satu kursi kayu ayunan tersebut. Sebenarnya,aku
takut mereka jatuh,tapi aku percaya mereka lebih kuat dari yang ku duga. Ekstrim
nya,mereka berdiri sambil terus membiarkan tubuh mereka terbawa tali ayunan ke
depan dan kebelakang,kadang hampir membentuk sudut sekitar 20 derajat. “Mardiah,Priska,pelan
pelan aja.aduh kakak takut ngeliat kalian setinggi itu.” Kata ku. Mereka masih
saja bercanda kecil dan terkekeh. Mereka sepertinya berfikir aku terlalu takut
sedangkan,itu adalah permainan yang setiap hari mereka lakukan.
Setelah
solat ashar,Priska berhenti di depan rumah yang “sangat sederhana.” Dia tersenyum
pada ku dan berkata “kaka hayang
jambu? aku ambilkeun nya jambu na.” “boleh
deh,tapi gausah yang tinggi tinggi ya Pris,nanti kamu jatoh loh.” Kataku. “moal
labuh kak si Priska mah tos tiasa ngala jambu nu di hareup.” Jawab temannya. Awalnya memang memetik buah
yang tak terlalu tinggi,tapi lama kelamaan dia terus memanjat sangat lincah dan
sudah berada sangat tinggi dari tempat ku berdiri. “Pris,jangan tinggi
tinggi.nanti kamu jatoh .udah ayo kita ke PAUD. Kaka gamau jambunya,buat kamu
aja. Ayo turuun.” Aku berteriak tapi yang di teriakki malah makin asyik di atas
mengambil jambu biji yang entah milik siapa. Saat ia turun aku sangat lega dan
langsung kenyang melihat jambu yang telah ia petik. Ia membagi bagi kan semua
jambu yang ia ambil kepada teman temannya yang menunggu bersama ku dan
menyisakkan dua buah. Satu untukku dan satu untuknya.
Selama
menuju ke PAUD,tangannya terus memegang tangan ku erat erat,sambil sesekali
mengayun ayun kan ke depan ke belakang. Tak lupa ia dan teman temannya berlomba
lomba bercerita hal hal yang mereka alami. Itu salah satu cara untuk mendapat
perhatian para pengajar.sangat lucu dan kekanakan .
Aku
dan teman teman pengajar lainnya berkata bahwa nanti di sini akan ada acara
Open House yang bertujuan untuk mengenalkan orang tua mereka tentang acara
acara para pengajar serta agenda mengajar kami selama setahun. Saat masing
masing antusias dengan cerita kami dan ingin segera memberi tahu ibu nya,Priska
masih asyik sendiri. Saat ku tanya “Priska nanti bilang ke ibu kan?” dia
menjawab “ibu aku mah kerja kakak,pulangnya malem terus. Nanti yang kesini
nenek aku.” Aku mengangguk dan berkata “oke,bilang nenek kamu ya!”
Entah
berapa kali sudah aku melihat Priska memakai baju kuning dan celana merah muda
lusuh nya itu. Sama seperti 2 hari lalu,hari Open House.
Dari
pagi ia sudah mengintip kami di PAUD. Begitu melihat kami,ia sangat senang dan
mencium tangan kami satu satu. Ternyata benar,ia belum sekolah. Lagi lagi,ia
memakai baju yang sama. Tak seperti anak anak lain,dia ada namun tidak
mengganggu kami sedikit pun. Dia hanya senang berada di dekat kami,menggelayut
di punggung kami saat kami sedang beristirahat,atau menanyakan nama karena lupa.
Dari pagi aku bersama nya dan dia selalu tertawa lepas,rambutnya yang di kuncir
satu kala itu,membuatnya terlihat menggemaskan dari biasanya.
Acara
Open House pun di mulai. Aku mulai sibuk menjalankan tugas ku untuk
mendokumentasi kan kegiatan. Sesekali Priska menyapa ku dengan sekedar
memanggil dan tersenyum. Biasanya,ia selalu menggandeng tanganku,namun,saat aku
sibuk dengan SLR di tangan,ia sama sekali tak menganggu ku dengan celotehan
lucu nya. Teman teman nya ada yang merengek minta dipinjami kamera SLR yang ku
bawa atau handphone ku,tapi Priska hanya memandangi kesibukan ku dan panitia
lain. Dia tak menganggu sama sekali. Saat para orang tua hadir,Priska menarik
pelan ujung lengan baju ku dan berkata “kak
Valen,itu nenek aku,itu aa aku.” Aku melihat perempuan paruh baya dan laki laki
sekitar 14 tahun yang sudah putus sekolah memakai baju serba hitam ala metal
bertuliskan “KEHED”.
iya,kaka
Priska telah putus sekolah,dan tak terlihat seperti anak yang betah di rumah. Menurut
teman ku,ia datang ke acara kami karena tahu banyak makanan disini. Acara demi acara kami lewati. Saat malam
tiba,panitia dan adik adik PAUD sudah mulai kelelahan,tapi Priska masih saja
ceria berlari lari di sekitar kami. Aku langsung mencoba untuk tak kalah dari
semangat Priska,setidaknya sampai acara selesai.
Dan
hari ini aku kembali ke PAUD bersama teman ku.
Lagi
lagi,yang paling mudah aku temukan adalah Priska. Seusai mengaji,ia dan teman
temannya langsung bermain tanpa terlebih dahulu mengganti baju muslim nya
menjadi baju main. Priska meminta teman ku untuk mengambil jaket di rumah nya. Saat
mereka masuk, temanku bercerita bahwa rumahnya sangat sempit,sangat minim
ventilasi apalagi listrik. Gelap sekali. Kunci pintu nya hanya sebuah paku yang
di taruh vertikal dan sangat tinggi dari jangkauan Priska. Tak seperti Khofifah
yang jaketnya telah disediakan ibu nya,bocah kecil ini harus mengambil dan
mencari nya sendiri. “Pris,kamu buka pintu ini sendiri?kalo pulang malem
gimana?” tanya teman ku “aku ambil kayu kak. Aku buka sendiri deh kuncinya. Aku
juga kalo mandi sendiri. Nimba cai heula tuh
di sumur.” Jawab nya. Teman ku kaget dan heran “loh kamu nimba sendiri?emang
gak diambilin kayak Khafifah?” tanya nya. “engga kak,Khofiffah mah udah pake bak
mandi,kalo aku kudu nimba dulu.” Mukanya ceria,tapi hati temanku seperti
terbawa akan imajinasi tentang apa yang Priska katakan.
Saat
perjalanan ke PAUD,Priska membawa sesuatu yang dibungkus dengan plastik es
namun berwarna putih,aku fikir itu adalah es kelapa yang dibeli nya. Ternyata itu
adalah nasi putih,hanya nasi putih tanpa lauk yang diikat dan Priska membuka
plastik nya dari salah satu sisi bawah seperti sedang minum es. Aku kaget sekaligus terenyuh. Ya Tuhan,kenapa
anak se manis Priska harus se-menderita ini?kasian sekali dia. Teman ku
langsung membeli sebungkus kerupuk,untuk teman makannya. Kami tahu,Priska tak
pernah mengeluh. Hanya keceriaan yang selalu ia tampilkan. Sampai ketika makan
hanya dengan nasi pun ia berkata “aku jarang makan kak. Kan mamah aku berangkat
jam 11 pulang jam 10 malem. Aku ga pernah laper,jadinya aku jarang makan.” Sungguh
satu jawaban yang sangat mengetuk hati ku untuk mulai selalu bersyukur.
Saat
belajar,Priska pun salah satu yang paling serius mendengarkan dan mencoba
mengerjakan yang baru kami ajarkan pada nya dan teman teman sebaya nya. Jika yang
lain mengerjakan sambil banyak mengeluh tidak bisa dan lain lain,Priska tidak
demikian. Ia memperhatikan huruf huruf dan gambar yang ku buat,lalu ia tiru
sebisanya. Tiap mengerjakan satu soal,ia yang paling rapi dan paling jarang
kesalahannya. Semuanya ia lakukan dengan sempurna.
Priska.
Nama sederhana pada anak perempuan yang tak sesederhana nama nya.
Ia
tangguh walau rumah nya yang paling kecil dan berfasilitas paling minim.
Ia
ceria meski saat ditanya dimana ayahnya,dia menjawab aku gak punya ayah.
Semangat
belajarnya tinggi meski ibu nya pulang 10 malam.
Cita
cita nya mulia meski ia pun perlu di mulia kan.
Pris,buatlah
ibu mu bangga memiliki anak perempuan sepertimu yang tangguh,pemberani,mandiri
dan ceria. Buatlah aa mu tersenyum atas prestasi mu meski ia putus sekolah. Buatlah
nenek mu menunjuk mu sebagai cucu yang hebat. Buatlah ayah mu menyesal,karena
tak berada di samping mu selama ini. Dan terakhir,teruslah buat kami (kakak
pengajar mu) selalu belajar akan kesempurnaan hidup dari ketidaksempurnaan yang
ada pada hidup mu.
Goodnight
Priska. Let the night bring you to have really nice dream. Thank you so much to
make me learn how to feel satiesfied for every thing i have.
pengagum mu
valen.
pengagum mu
valen.
:')
BalasHapus